BACA JUGA:Pendap atau Pepes Talus Khas Bengkulu, Kota Pengasingan Presiden Soekarno
Masih menyombongkan kekuatannya, ia lantas bergantian naik keatas pohon.
Pangeran Serunting yang geram lawannya tidak celaka segera tidur menelungkup di bawah pohon aren.
“Hei, si Pahit Lidah siapkah kau dengan kematianmu?,” ledek si Mata Empat dengan sombongnya.
“Jangan banyak omong, potong saja buah aren itu!,” jawab si Pahit Lidah.
BACA JUGA:Tradisi Ngidak Gelamai di Bengkulu Selatan, Kue Lebaran Turun Temurun Masyarakat Semaku
Tidak bisa menghindari ketika buah aren berhasil dijatuhkan oleh si Mata Empat, si Pahit Lidah tertimpa buahnya.
Ia seketika mati, akibat kucuran darah oleh buah aren yang menimpa kepalanya.
Tentu saja, si Mata Empat girang karena dirinyalah Jawara sesungguhnya. Namun, ia jadi penasaran dengan kabar burung soal rasa air ludah si Pahit Lidah.
Ia yang dikuasai penasaran lantas menyentuh ujung lidah lawannya dan langsung mengecap air ludah itu. Ternyata, rasanya lebih Pahit dari Brotowali.
BACA JUGA:Ibu Negara Hj Iriana Jokowi ke Bengkulu, Kodam Sriwijaya Siagakan 2.500 Personil
Tanpa sepengetahuan si Mata Empat, misteri kesaktian si Pahit Lidah ada di air ludahnya yang pahit dan mengandung racun.
Seketika, tubuhnya membiru dan si Mata empat mati karena keracunan air ludah lawannya.
Kebenaran kisah pertarungan antara si Pahit Lidah dan si Mata Empat bisa dilihat melalui sejarah kematian sang Jawara di Makam Pekon Sukabanjar.