Siapa Membunuh Putri (8): Durian Lebat Sekebun Runtuh

Siapa Membunuh Putri (8): Durian Lebat  Sekebun Runtuh

Ilustrasi --

Saya bahkan kadang-kadang terbawa imajinasi bahwa diriku pun terseret oleh gerbong-gerbong kertas itu! Kadang-kadang saya merasa terikut dalam perjalanan yang tak jelas mau ke mana tujuannya, atau apabila saya tahu, ini bukanlah tujuanku. 

Fakta-fakta yang tiap hari saya buru begitu rapuh rasanya.

Kebenaran bisa hanya berumur satu hari karena esok telah ada lagi keterangan lain menggantikannya.

Itu mungkin sebabnya di saat-saat seperti saya jatuh cinta pada sastra, terutama puisi.

Saya merasakan kebutuhan akan untuk masuk ke sana, demi kebenaran yang lebih awet.

Goss Community di aula besar percetakan kami itu adalah bukti kerja keras kami di Metro Kriminal. 

Target 30 ribu oplah di akhir tahun kami capai bahkan di bulan November tahun itu. 

Kami dapat bonus dua bulan gaji.

Untuk pertama kalinya, kami mendapatkan bagian dari laba perusahaan, hasil kerja kami. 

Bagi karyawan seperti kami, yang tak punya saham kepemilikan, ini tentu saja membuat kami merasa memiliki tempat kerja kami.

Bahkan mencintai.

Saya mengajak  anak-anak redaksi untuk ”bekerja dengan cinta”, seperti nasihat Gibran. 

Kami bergerak cepat, mengimbangi, kota pulau yang juga bergerak sangat cepat.

Seperti disulap, kata seorang penyair Riau. 

Seperti ponsel di tanganku ketika pertama kali saya memegang dan memakainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: