Siapa Membunuh Putri (10): Beradu Headline
Siapa Membunuh Putri--(dokumen/radarkaur.co.id)
Sampai hari itu, kami masih menyebut kata hilang, bukan pembunuhan, faktanya memang baru hilang.
Ferdy mewawancarai salon mahal tempat langganan istri polisi itu. Ia memang mantan model di ibu kota.
Sekolah di universitas swasta terkenal mahal.
Sebagai anak bungsu petinggi kepolisian gaya hidup yang mewah itu bisa dimaklumi.
Ferdy juga mendapatkan info dari butik langganan istri polisi itu. Berapa juta sekali belanja, dan berapa habisnya tiap bulan.
”Mereka kira saya polisi kayaknya, Bang,” kata Ferdy.
”Wah, jangan menyamar, dong. Nggak boleh. Harus bilang kita wartawan dari media mana. Jurnalis harus menunjukkan identitas sebagai wartawan, itu kode etik nggak bisa kita langgar…,”
”Oh, iya, bang. Saya tahu itu. Saya bilanglah, dari Dinamika Kota meskipun korannya belum ada, tapi rata-rata orang yang saya wawancara sudah tahu bakal terbit koran baru kita ini,” kata Ferdy.
Saya tertawa. ”promosi sambil liputan, ya…”
”Saya tawarin langganan, malah, Bang,” kata Ferdy.
Dengan dua koran yang harus dilayani oleh satu mesin maka berlaku aturan deadline yang ketat.
Metro Kriminal cetak lebih dahulu, dengan deadline yang lebih cepat tentu saja, menyusul Dinamika Kota, koran kami.
Ada waktu bagi kami lebih leluasa untuk menyunting berita, kami pun bisa menunggu perkembangan berita terakhir dari Jakarta dan juga berita lokal.
Hari-hari kami menegang menjelang terbit. Apalagi saya. Semuanya seperti saya pertaruhkan untuk edisi perdana itu.
Konsep koran kami meniru yang sudah dipakai di grup kami, apa yang saya bilang sebuah gagasan sederhana tapi bisa dicatat sebagai sebuah inovasi besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: