Siapa Membunuh Putri (21): Kode Etik
Ilustrasi seseorang menembak sasaran didepannya.--(dokumen/radarkaur.co.id)
Saya dan Bang Eel menyambutnya di pintu kantor. Saya memperkenalkan diri. Jabatan tangannya kencang.
”Kita belum pernah ketemu langsung ya,” katanya padaku.
Saya mengiyakan. ”Bapak sibuk terus,” kataku.
”Ah, Anda yang sibuk...” katanya.
Sambil berjalan menuju ruang rapat, dia bertanya berapa orang wartawan kami, di mana percetakan, berapa oplah, dan pertanyaan basa-basi lainnya.
Saya dan Bang Eel bergantian menjawab.
Kombes Pol Guntur meminta di ruang rapat itu hanya ada kami, saya, Bang Eel, ia dan dua ajudannya.
Salah seorang ajudannya membawa kamera dan memotret kami.
Saya hendak memotretnya juga, tapi ia bilang tak usah. Pertemuan kami tak untuk diberitakan, katanya.
”Cuma buat arsip kami, Pak,” kataku. Saya tetap memotretnya. Ia tampak kesal.
Yang dia sampaikan tak berbeda jauh dari apa yang tadi dilaporkan Ferdy padaku lewat telepon, setelah jumpa pers tadi.
Ia bicara soal eskalasi ketegangan politik dan sosial menjelang pemilihan wali kota, potensi pecahnya kerusuhan antarkelompok, dan besarnya atensi masyarakat pada kasus pembunuhan Putri.
Ia meminta agar pemberitaan kami tak memprovokasi.
Ia memastikan yang salah akan diproses secara hukum dengan adil.
Kepada Bang Eel dia bertanya soal wawancara. ”Belum dimuat ya? Kenapa?” Bang Eel menjawab sambil sekilas memandang saya, ”Masih belum lengkap, Pak. Rencananya saya mau wawancara lagi nanti sama Dur. Kapan Bapak ada waktu?”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: