Siapa Membunuh Putri (24): Tersangka, Tapi...
Ilustrasi pembunuhan putri--
”Kalau kita cetak empat sesi, paling tidak kita perlu dua redpel. Satu untuk dua sesi cetak pertama, dan satu redpel untuk cetak terakhir,” kataku.
”Kamu punya calon, nggak?” tanya Bang Eel. Saya menyebutkan dua nama redaktur. Bang Eel akan mempertimbangkannya, toh penambahan halaman itu juga belum diputuskan.
”Soal Mila, gimana, Bang?”
”Kenapa dia mau pindah? Nanti kata orang kita yang bawa mereka. Mentang-mentang kau dan aku dari Metro Kriminal, Yon ikut pindah, ini Mila lagi,” kata Bang Eel.
Saya tak menceritakan soal pelecehan yang dilakukan Beni kepada Mila.
”Tapi memang di sana kayaknya tak kompak lagi, Bang... Tak macam kita dulu,” kataku.
”Iya. Saya sering jumpa dan tanya kawan-kawan di sana, semua sibuk sendiri. Teman-teman yang menggantikan kita itu seharusnya bersyukur dapat kesempatan naik. Masa tergantung kau, tergantung aku,” kata Bang Eel.
”Mila gimana, Bang?”
”Suruh dia ketemu aku,” kata Bang Eel.
Ketika aku sampaikakn pesan itu Mila tampak enggan. Saya bilang terserah dia. Keputusan ada di Bang Eel, bukan saya. Saya sudah sampaikan padanya.
“Kenapa, sih, kok kamu menghindari Bang Eel? Kalau nanti kerja di sini kan ketemu juga tiap hari,” tanyaku.
”Tak apa-apa, kan ada Mas Abdur,” kata Mila.
Mila akhirnya mau menemui Bang Eel dan mulai bekerja di Dinamika Kota.
Saya melihat Mila yang semula, yang riang dan bekerja dengan efisien. Mbak Nana bilang sangat terbantu. Kerja kesekretariatan di redaksi surat kabar itu bukan pekerjaan yang bisa diremehkan juga.
Sebagai pemred saya bergantung pada rekap produktivitas masing-masing wartawan yang dibuat sekretaris untuk mengatur para wartawan itu, memicu produktivitas dan semangat kerjanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: