Sekolah Jam 5 Pagi di NTT: Jangan Hanya Menohok Dengan Kritik, Berikan Pandangan dan Solusi Tepat
Sekolah Jam 5 Pagi di NTT: Jangan Hanya Menohok Dengan Kritik, Berikan Pandangan dan Solusi Tepat--(dokumen/radarkaur.co.id)
JAKARTA, RADARKAUR.CO.ID - Kebijakan baru Gubernur NTT mengenai jam masuk sekolah jam 5 pagi menuai kritik dari sebagian besar masyarakat Indonesia. Khususnya dari para netizen sosial media yang selalu nimbrung dalam segala urusan aspek kehidupan.
Nampaknya kritik dan resistensi itu utuh dari semua komponen masyarakat regional NTT maupun nasional.
Kebijakan ini kemudian dipandang sebagai kebijakan yang aneh dan tidak masuk akal. Karena belum pernah terjadi kebijakan seperti ini sebelumnya.
Bahkan tak sedikit yang membandingkan kebijakan ini dengan kebijakan negara maju yang notabene jam masuk sekolah di pukul 08.00-09.00 pagi.
BACA JUGA:Berikut Profil Oknum Pejabat Satpol PP Kaur yang Digerebek Berduaan dengan WIL di Hotel
BACA JUGA:TERBARU, Pengumuman Hasil Seleksi PPPK Guru 2022, Berikut Jadwal Resminya
Pada awalnya saya pun merasa janggal dan memiliki pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan oleh sebagian besar orang. Yakni “Apa alasan gubernur NTT mengusung kebijakan tersebut?”
Apakah seorang Gubernur VBL hanya berpikir sendiri tanpa tim dan membuat kebijakan tanpa rujukan data hasil research dan atau kajian?
Apakah kebijakan ini hanya sebuah langkah sensasional di tengah-tengah hot issue dunia politik yang dibarengi dengan tumbangnya sejumlah petinggi republik atau keluarga pejabat yang tersandung kasus kriminal, moralitas, narkoba, bahkan juga gonjang-ganjing politik menjelang tahun politik, sampai dengan politik identitas yang membahayakan kehidupan NKRI?
Mengapa dunia pendidikan sebagai gerbang peradaban yang justru mengalami kebijakan yang aneh seperti ini?
BACA JUGA:Tes Psikotes lebih Mudah Secara Online, Begini Teknologi Baru dari EKRUTES.ID
BACA JUGA:8 Keterampilan Kreatif Para Pekerja Lepas, Diantaranya Dibayar Lebih USD100 Per Jam
Pertanyaan-pertanyaan di atas mendorong saya coba menduga muatan rasionalitas di balik kebijakan ini.
Coba kita berpikir dengan sudut pandang yang berbeda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: