8 Kerajaan Islam di Sumatra, Dari Selat Malaka hingga Selat Sunda, Termasuk Kerajaan Kaur
8 Kerajaan Islam di Sumatra, Dari Selat Malaka hingga Selat Sunda, Termasuk Kerajaan Kaur.--Ilustrasi
Ada versi cerita lain, yang terdapat di tengah masyarakat Kaur, bahwa mereka percaya penyelesaian konflik wilayah antara Pangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur dengan Kerajaan Rejang dilakukan dengan prosesi persumpahan.
Konon Kerajaan Rejang menuntut Pangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur untuk membuktikan Legitimasi dan
Hegemoni terhadap wilayah Rimba Maya atau Kaur melalui sebuah prosesi persumpahan, sanksi kutukan dan kematian bagi pihak yang bersumpah palsu.
Alkisah, pada hari yang telah disepakati, ditepi sungai Triti, Pangeran Raja Luwih mengangkat sumpah dihadapan seluruh khalayak baik dari pihak kerajaan Banten maupun dari pihak kerajaan Rejang.
Beliau bersumpah seraya menggenggam tiga ruas bambu yang beliau jadikan tongkat dan beliau hentak-hentakan ke atas tanah, sambil ia bersumpah yang berbunyi :
"Tanah ini adalah tanahku, Batu ini adalah Batuku, Air ini adalah Airku. "
Suasana hening mencekam, sampai prosesi pembacaan sumpah itu selesai ternyata tidak terjadi apa-apa terhadap Pangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur.
Akhirnya pihak Kerajaan Rejang mengakui wilayah Rimba Maya atau Kaur sebagai milik Pangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur.
Beliau menutup prosesi persumpahan itu, dan berkata: 'Maka Luaslah Hatiku".
Sejak saat itu maka sungai Triti sebagai tempat persumpahan tersebut, berubah nama menjadi Sungai Luas.
Belakangan diketahui bahwa sebelum persumpahan tersebut, Pangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur telah terlebih dahulu mengisi tiga ruas bambu yang beliau jadikan tongkat tersebut masing-masing dengan :
1. Ruas Pertama diisi dengan Tanah
2. Ruas Kedua diisi dengan Batu
3. Ruas Ketiga diisi dengan Air
Yang kesemuanya diambil dari Ketapang Kalinda atau ada sebagian masyarakat yang menyebutnya dengan nama
Ujang Lancang.
Hal itulah yang menyebabkan Pangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur luput dari kutukan dan kematian karena sumpah palsu, sebab tanah, batu dan air yang terdapat dalam ruas tongkatnya memang benar-benar milik Pangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: