Refleksi 2 Dekade UU PKDRT, Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak Sangat Tinggi
2 Dekade UU PKDRT, Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak Sangat Tinggi--ilustrasi
BACA JUGA:1.426 Nelayan di Kaur Miliki Izin Tangkap Benur, Tapi Semua Penampung BBL masih Ilegal
Menurut Ninik masih sulitnya implementasi UU PKDRT ini tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Kurangnya sosialisasi dan juga tantangan dalam memberi keadilan bagi korban menjadi dua hal yang ditengarai sebagai masalah yang harus dicari solusinya.
Banyak hal yang menyebabkan KDRT begitu marak di Indonesia misalnya ketidaksetaraan gender, ketidaksetaraan dalam hubungan rumah tangga, ada masalah ekonomi, ketidakadilan sosial, kekerasan keluarga yang merupakan budaya tersembunyi, dan kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang hak-hak individu.
Padahal KDRT ini memiliki dampak yang merugikan secara fisik, psikis dan sosial. Korban KDRT seringkali mengalami luka fisik, luka berat, trauma emosional, depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya.
Kekerasan dalam rumah tangga juga dapat menyebabkan perpecahan keluarga, disfungsi keluarga, dan reproduksi siklus kekerasan pada generasi berikutnya.
BACA JUGA:Analis Kripto Dunia Klaim Pasar Bitcoin Masuk 'September Merah', Ada Apa?
“Penghapusan kekerasan KDRT ini butuh dukungan karena penegakanannya belum dipahami oleh masyarakat dan penegak hukum, sehingga butuh tetap dikampanyekan,” kata Ninik Rahayu.
Ninik mengatakan ada kasus yang mencuat, namun ada juga kasus yang belum muncul. Akses untuk menyelesaikan dengan jalur hukum juga belum banyak diketahui masyarakat. Belum lagi KDRT dianggap tabu dan biasa di budaya patriarki.
“Adanya delik aduan dalam UU PKDRT di beberapa pasal juga menyebabkan kasus KDRT diselesikan secara damai,” kata Ninik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: