Kuah dengan aroma ebi, dan gurih kaldu, melimpah di atas mie yang silindernya besar-besar.
Bang Jon sudah menunggu ketika aku tiba di kedai itu.
Dengan rokok putih mahal.
Dua bungkus dia tumpuk di meja di hadapannya, di sebelah kunci Storm.
Di tangannya Zippo perak yang ia buka-tutup, ia nyala-hidupkan.
”Minum apa, Dur? Kopi tarik? Atau teh tarik?” Aku memesan teh tarik.
Tandas seporsi mie lendir. Bang Jon menawari pesan makanan lain.
Saya bilang itu sudah cukup.
”Bungkus ya, buat anak-anak panti?” tanya Bang Jon.
”Koh, bungkus ya… Ke sinilah, ini tanya kawan saya ini, berapa bungkus,” katanya memanggil koko kedai kopi.
”Nggak ngerokok, Dur? Ini coba. Enak lo…,” kata Bang Jon.
Saya coba sebatang.
Saya tak tahu bagaimana rasa rokok enak dan tidak enak.
Bagiku sama saja.
Bikin dinding mulut terasa tebal dan tenggorokan langsung gatal kayak mau batuk.
Jon terkekeh-kekeh.