Pedang Sebarau Lapar saat ini disimpan dengan baik oleh keturunan Raja Luwih Seberani Gunung Kaur. yang
bermukim di Desa Way Hawang, Marga Sambat.
Wilayah Rimba Maya atau Kaur kemudian dibagi oleh Pangeran Santa yaitu, wilayah Sambat hingga ke Hulu Sungai
Triti, atau Air luas, sampai ke daerah Haji atau Nambak, diberikan kepada pangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur.
Sedangkan daerah di sekitar Bandar Bintuhan menjadi milik Pangeran Santa.
APangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur kemudian menikahi Putri Cendi Mas dari Bengkenang Lembak, Mulak Hulu, yang merupakan kerabat dari raja-raja kedaulatan Pasemah.
Pada sekitar tahun 1697, Pangeran Raja Luwih Seberani Gunung Kaur mendirikan Kerajaan Kaur dengan pusat pemerintahannya terletak di daerah Liapan, Sambat.
Kerajaan Kaur runtuh pada tahun 1842, setelah terjadi peperangan dengan Belanda dan Pangeran Cungkai di langit
ke-3 sebagai raja yang berkuasa pada saat itu melakukan evakuasi ke Tanjung Gina dan meninggal dunia di sana.
Tahta dan tampuk kekuasaan kemudian dipegang oleh Ratu Dale yang melakukan pelarian dan memindahkan pusat
pemerintahan ke daerah Hulu Luas, tepatnya di daerah Kedu atau Penyakaian.
Pada masa pemerintahan Ratu Dale inilah beliau memberikan wilayah Peraduan Tinggi sampai ke daerah Sumur Kayu Rimau kepada Suku Semendo.
Prosesi penyerahan itu dilakukan oleh Raja Niti selaku panglima perang Kerajaan Kaur. Sedangkan Suku Semendo diwakili oleh Andaluddin dari garis keturunan Sarang Pemancing.
Pada sekitar tahun 1831, prosesi pembagian wilayah dan pengangkatan sumpah sebagai saudara tersebut ditulis
pada sepasang tanduk kerbau Belantan.
Kemudian sebelah tanduk tersebut dipegang oleh keturunan raja Niti dan sebelah tanduk lagi dipegang oleh keturunan Andaluddin.
Demikian cerita tentang awal mula berdirinya Kerajaan Kaur.***