Ramai-Ramai Kades Menuntut Masa Jabatan 9 Tahun, Akademisi Ingatkan Bahaya Transaksi Politik Pemilu 2024

Ramai-Ramai Kades Menuntut Masa Jabatan 9 Tahun, Akademisi Ingatkan Bahaya Transaksi Politik Pemilu 2024

Ramai-Ramai Kades Menuntut Masa Jabatan 9 Tahun, Akademisi Ingatkan Bahaya Transaksi Politik Pemilu 2024 --(dokumen/radarkaur.co.id)

Senada dengan disampaikan pengamat politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi . Ia menilai tuntutan masa jabatan 9 tahun sangat kental nuansa transaksi politik.

Sehingga bila tuntutan perpanjangan masa jabatan 9 ahun dikabulkan bakal terjadi mobilisasi untuk mengamankan dukungan warga, baik oleh elit politik wilayah loal maupun nasional.

"Pertimbangan di pikiran elit DPR dan pemerintah saat ini adalah kalau kades bisa memobilisasi dukungan untuk pemilu 2024, maka usulan itu pasti akan disetujui," kata Asrinaldi.

BACA JUGA:Pada Pelantikan 92 Pejabat, Bupati Kaur Lismidianto Berpesan Pejabat Harus Berani

BACA JUGA:Terbaru! Cek Data KK di DTKS Calon Penerima Bansos 2023, Pemerintah Sudah Tetapkan 117 juta jiwa

Asrinaldi menjelaskan sudah hukum alam para elite lokal dan nasional membutuhkan dukungan kepala desa dan warganya jelang Pemilu.

Di sisi lain, masyarakat desa sangat bergantung pada peran kepala desa dalam kesehariannya. Apalagi, kini kepala desa juga punya akses terhadap sumber keuangan desa yang berasal dari pemerintah.

Modal ini kemudian bisa digerakkan untuk mendukung kandidat tertentu jelang Pemilu 2024 yang semakin dekat.

"Jelas karena basis grass root ada di desa. Tahun 2023 pejabat politik ini memang harus hati-hati dengan rakyat. Dan mereka bersikap akomodatif karena mereka sadar nasib mereka di tangan masyarakat saat ini," kata Asrinaldi.

BACA JUGA: Aturan Baru BBM Subsidi 2023, Pertalite dan Solar Tak Bisa Asal Beli, Tata Caranya Begini!

BACA JUGA:TES KEPRIBADIAN: Pastikan Kamu Bukan Orang Ceroboh, Tentukan Gambar Pertama-mu!

Ia mengaku tak sepenuhnya menolak usul perpanjangan masa jabatan kades. Ia berkata perpanjangan masa jabatan kades bisa saja dilakukan asal didasari kajian serius dan tak sekadar mencari alasan politis. Dia menekankan harus ada kesinambungan pembangunan pemerintahan daerah dan pemerintahan desa.

"Kalau alasan pembangunan, dokumen perencanaan pembangunan terintegrasi ini kan lima tahun, makanya diakomodir transisi enam tahun. Tapi sekarang sembilan tahun kan aneh jadinya," kata dia.

Pengamat politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo mengatakan mobilisasi kepala desa demi kepentingan politik jadi problem klasik ketika desa diberi otonomi lewat UU Desa.

"Yang awalnya desa adalah entitas sosial kemasyarakatan kini menjadi entitas politik. Itu lebih dampak tak terduga karena ketika desa menjadi daerah otonom, rentan menjadi arena kontestasi kepentingan," kata Wasisto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: