Melihat Tradisi Melemang pada Suku di Kabupaten Kaur pada Hari Besar Keagamaan dan Adat
Melihat Tradisi Melemang pada Suku di Kabupaten Kaur pada Hari Besar Keagamaan dan Adat--Tangkapan Layar Facebook @Desaa Muara Sahung
BACA JUGA:KATALOG SUPER HEMAT INDOMARET hingga 27 Juni 2023, Buruan Belanja Persiapan Idul Adha
Penyerahan lemang itu menandai berubahnya tuturan (sebutan/panggilan) dari kedua belah pihak, ayah bujang akan memanggil calon menantu dengan “nak’, ayah bujang manggil ayah gadis dengan “warang (besan)”, sedangkan ibu bujang manggil ibu gadis dengan “bisan (besan)”, begitu sebaliknya.
Pihak perempuan akan membalas bawaan dari pihak laki-laki itu dengan makanan bajik dan pisang goreng. Pada waktu itu disepakati pula kapan pelaksanaan pernikahan (kagu’an) antara bujang dan gadis, serta dimana kedua pengantin bertempat tinggal setelah menikah.
Biasanya jarak waktu pelamaran (pertunangan) dengan waktu pernikahan adalah 1 bulan. Pesta perkawinan (kagu’an) diadakan di tempat kedua belah pihak, pada hari pertama dilaksanakan di tempat pihak perempuan dan besoknya di rumah pihak laki-laki.
Pada waktu kagu’an, pengantin laki-laki kembali membawa lemang ditambah makanan lain dengan jumlah yang lebih banyak, tetapi lemak manis tidak ada lagi.
BACA JUGA:6 Suku di Dunia Miliki Kemampuan Super, Kapten Amerika, The Flash hingga Aquaman Lahir di Sini?
Lemang yang dibawa sebanyak 50 batang dengan rincian peruntukannya adalah 10 batang untuk orang tua perempuan, 10 batang untuk saudara laki-laki orang tua perempuan, 10 batang untuk pengantin perempuan, 10 batang untuk pengantin laki-laki, dan 10 batang untuk kepala desa.
Selain lemang sebanyak 50 batang itu, disertai pula dengan makanan lain yakni lemak manis (boak) sebagai pertanda menjemput pengantin perempuan, gulai paha ayam untuk kepala desa, lemang kampek 15 batang (untuk keluarga terdekat dan adik sanak terdekat), dan bronang berisi lemang 15 batang (untuk cadangan di rumah calon pengantin perempuan).
Lemang kampek adalah lemang pemberian pihak laki-laki untuk pihak perempuan, yang nantinya akan diberikan rumah pokok (yang punya hajat) untuk keluarga (adik sanak) terdekat.
Sedangkan bronang berisi lemang 15 batang sebagai cadangan atau simpanan di rumah calon pengantin perempuan. Lemang dan bawaan lain itu dibawa oleh pengiring pengantin laki-laki yang terdiri dari 2 orang gadis, seorang orang laki-laki yang sudah tua, seorang perempuan yang sudah menikah (kerbai).
BACA JUGA:Ini Penampakan Rumah dan Uang Mahar Gadis Cantik Anak Petani Dilamar Pengusaha!!
Prosesi mengiringkan pengantin dengan membawa lemang itu dinamakan dengan mendah. Bawaan itu diterima oleh kepala desa sebagai pemimpin pemerintahan dan sekaligus sebagai pemangku adat.
Lemang untuk pengantin perempuan biasa disebut dengan lemang pengantin, dan lemang untuk kepala desa disebut dengan lemang pelayan. Makna atau simbol dari lemang itu adalah penjemputan pengantin perempuan untuk dibawa ke tempat laki-laki.
Lemang yang dibawa oleh pihak laki-laki akan dijadikan sebagai alat pemberitahuan pada adik sanak dan masyarakat agar berkenan hadir pada pesta pernikahan (bimbang) keesokan harinya. Lemang itu dipotong-potong dan potongan itu diberikan pada masyarakat yang diharapkan hadir pada kagu’an sebagai bentuk pengundangan dari tuan rumah (rumah pokok).
Sebatang lemang dipotong kecil-kecil secara menyamping (menyerong) dan diberikan kepada orang yang diundan pada sore hari. Maksud dari pembagian lemang ini untuk mengingatkan bahwa pengantin telah tiba dan acara perkawinan akan dilangsungkan besok pagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: