Tradisi Melemang dalam Pernikahan Adat Semende dan Besemah di Kaur, Tanpa Lemang Belum Lengkap secara Adat

Tradisi Melemang dalam Pernikahan Adat Semende dan Besemah di Kaur, Tanpa Lemang Belum Lengkap secara Adat

Tradisi Melemang dalam Pernikahan Adat Semende dan Besemah di Kaur, Tanpa Lemang Perkawinan Belum Lengkap secara Adat.--(dokumen/radarkaur.co.id)

KAUR, RADARKAUR.CO.ID - Tradisi Melemang dalam adat perkawinan Suku Semende dan Besemah di Kabupaten KAUR Provinsi sangat kental. 

Pada masyarakat Besemah di Padang Guci dan Semende di Muara Sahung, lemang menjadi salah satu persyaratan adat yang harus dipenuhi oleh pihak pengantin laki-laki (lanang) dalam upacara perkawinan (bimbang adat). 

Pihak pengantin laki-laki harus membawa dan menyerahkan lemang kepada pihak pengantin perempuan pada waktu meminang seorang gadis dan pada waktu pernikahan.

Jika pihak laki-laki (lanang) tidak membawa lemang pada waktu itu maka perkawinannya dianggap belum lengkap secara adat dan akan menjadi bahan gunjingan di tengah masyarakat.

BACA JUGA:Melihat Tradisi Melemang dalam Adat Kaur Bengkulu 

BACA JUGA:Didukung Hotman Paris, Kuasa Hukum ART Laporkan Cucu Mantan Pejabat ke Polda Bengkulu

Perkawinan, sebagaimana diketahui, merupakan tahapan yang sangat penting bagi seseorang karena merupakan babakan baru yang harus dilalui dalam kehidupannya. Hidup bersama dengan  orang lain dalam bahtera rumah tangga. 

Setiap masyarakat mempunyai aturan (tatacara) tentang pelaksanaan perkawinan dan tahapan-tahapan yang mesti dilalui (turun temurun). 

Jika salah satu tahapan itu tidak dipenuhi maka perkawinan itu dirasakan belum lengkap.  

Setelah adanya kesepakatan antara bujang dan gadis untuk menikah, orang tua pihak laki-laki akan datang ke rumah pihak perempuan. 

BACA JUGA:Jelang Mutasi Besar-Besaran Pemkab Kaur, 16 Pejabat Eselon 2 Uji Kompetensi 

BACA JUGA:Gubernur Bengkulu Setuju Kenaikan UMK di Tiga Wilayah Bengkulu

Menanyakan apakah anak bujangnya memang sudah ada kemufakatan dengan anak gadis tuan rumah untuk menikah. 

Kegiatan ini dinamakan dengan nue’i rasan atau merasan. Pada waktu ini belum membawa lemang, tetapi membawa makanan lain yakni boak (lemak manis) dan pisang goreng. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id