BACA JUGA:Dus Duk Duk dan LindungiHutan Bersatu Kembali Demi Pelestarian Lingkungan
Karena Aswanda berkelakuan baik dan berasal dari keturunan bangsawan maka oleh baginda Sebayam diambil menjadi menantu dan diberi sebagian wilayah kerajaannya.
Yaitu daerah pesisir yang terbentang antara Sungai Itam dan sungai Bengkulu ke hulu sampai sungai Renah Kepahiang dan ke hilir sampai ke pinggir laut, peristiwa ini terjadi pada tahun 1650 .
Kedatangan kerabat Singaran (Suanda atau Aswanda) yang beragama Islam (Abdul Syukur) pada masa pemerintahan Paduka Baginda Muda dari kerajaan Sungai Lemau berarti telah terjadi kontak hubungan antara masyarakat Sungai Lemau khususnya di wilayah Sungai Itam hingga ke Lembak Delapan dengan agama Islam sekitar tahun 1650.
Pada tahun 1668 M (1079 H) kerajaan Sungai Lemau dan kerajaan Sillebar yang ada di Bengkulu mengadakan hubungan kerjasama dengan sultan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa).
BACA JUGA:Pengundian dan Pengumuman Nomor Urut Cabup - Cawabup Kaur, Ini Urutannya
BACA JUGA:Soal Oknum Ngaku Wartawan Lakukan Pemerasan, Ketua PWI Kaur Buka Suara
Utusan kerajaan Sungai Lemau diwakili oleh Depati Bangsa Raja, sedangkan utusan dari kerajaan Sillebar diwakili oleh Depati Bangso Radin.
Kedua utusan dari dua kerajaan tersebut menyatakan wilayahnya di bawah kewenangan kekuasan Sultan Banten.
Selanjutnya Sultan Banten bermufakat dengan Inggris untuk memberikan gelar pangeran kepada kedua utusan dari Bengkulu tersebut, setelah menghadap sultan Banten, Depati Bangsa Raja dari kerajaan Sungai Lemau mendapat gelar Pangeran Raja Muda.
Sedangkan Depati Bangsa Radin dari kerajaan Sillebar oleh Sultan Banten diberi gelar Pangeran Nata Diraja.
Menurut riwayat, Pangeran Nata Diraja menikah dengan Puteri Kemayun anak perempuan Sultan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa).
Pangeran Nata Diraja kembali ke kerajaan Sillebar di Bengkulu disertai dengan dua belas tentara kesultanan Banten .
Dengan demikian dakwah Islam juga masuk ke Bengkulu melalui pintu kerjasama antara kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu pada abad ke-16.
Selain itu peninggalan sejarah menyangkut kontak hubungan masyarakat Melayu Bengkulu dengan agama Islam yang masih dapat dilihat sampai sekarang adanya perayaan ritual tradisi budaya Tabut yang dilaksanakan untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad S.A.W. yakni Hasan dan Husein.
Awal datangnya Tabut di Bengkulu dibawa oleh Syekh Burhanudin, bergelar Imam Senggolo.