Di Bengkulu Syekh Burhanudin mempersunting dua orang gadis dara yang masing-masing berasal dari dusun Cinggri dan Sungai Lemau (Pondok Kelapa sekarang), menetap disebuah perkampungan yang terletak dipesisir pantai Berkas dengan anak dan cucunya .
Perkembangan budaya Tabut di Bengkulu pada saat masa penjajahan Inggris, diwarnai pula setelah beberap waktu kemudian masuk kaum orang-orang Islam berasal dari India yang berasal dari suku Sipai dan Benggali.
Pada masa kolonial Inggris berada di Bengkulu, orang-orang Benggala termasuk kelompok ke lima dalam pelapisan sosial.
Pada masa tersebut orang-orang Benggala lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan orang-orang Cina.
Sifat tabiat orang Benggala ini selalu penuh curiga, suka berkelahi, dalam bekerja serta lebih lamban dari orang-orang pekerja Melayu setempat.
Selain itu orang-orang Benggala ini sering menciptakan suatu tradisi perayaan yang lain dari kebudayaan orang-orang Melayu yang ada di Bengkulu, orang Benggala ini dikenal juga sebagai Sipaijer atau orang Sipai .
Selain bukti sejarah berupa kebudayaan, tulisan, dan lain sebagainya, bukti lain yang mengindikasikan masuknya dakwah Islam ke suatu daerah antara lain adalah adanya makam orang Islam atau makam yang bercorak Islam.
Seperti ditemukannya batu nisan yang bertuliskan dan atau berarsitektur Timur Tengah.
Di Bengkulu, salah satu peninggalan makam yang bercorak Islam terdapat pada makam Sentot Ali Basya tertulis tanggal pemakaman 17 April 1885.
Menurut penuturan masyarakat, bangunan cungkup yang ada di atas makam Sentot Alibasyah adalah bangunan baru.
Hal itu menunjukan bangunan makam tersebut pada awalnya sangat sederhana, tanpa bangunan tambahan. Makam tidak ditandai dengan nisan, berbeda dengan umumnya makam-makam muslim di Nusantara .
Lokasi makam Sentot Alibasyah ini berada di daerah Kampung Bali atau lebih tepatnya berada pada kelurahan Bajak.
Kondisi makam cukup terawat dengan baik, dipasang cungkup berwarna putih, serta disekelilingnya terdapat makam-makam lain yang berasal dari masyarakat sekitar.
Bukti-bukti sejarah masuknya Islam di Bengkulu belum teridentifikasi secara utuh, karena sedikitnya peninggalan sejarah yang menunjukkan kapan masuknya Islam di Bengkulu.
Namun perkembangan sejarah dakwah di Bengkulu dapat juga dilihat dari beberapa manuskrip yang menunjukkan corak ke-Islam adalah adanya naskah yang ditulis pada ruas/gelondong (Gelumpai) dari bambu, yang dikenal dengan tulisan Rencong Ka-Ga-Nga, atau aksara Ulu.
Masyarakat turunan Pasemah khususnya masyakat yang ada di Padang Guci kabupaten Kaur menyebut tulisan Ka-Ga-Nga dengan sebutan tulisan Ke-Ge-Nge, dan dari informasi yang penulis dapatkan tidak ada perbedaan antara Ka-Ga-Nga orang suku Rejang dengan tulisan Ke-Ge-Nge yang pernah ada di Padang Guci.