Pendiri Kerajaan Kaur merupakan Keluarga Kerajaan Banten, Kerabat Sultan Ageng Tirtayasa

Pendiri Kerajaan Kaur merupakan Keluarga Kerajaan Banten, Kerabat Sultan Ageng Tirtayasa

Pendiri Kerajaan Kaur merupakan Keluarga Kerajaan Banten, Kerabat Sultan Ageng Tirtayasa--Ilustrasi

Dalam buku berjudul "Peninggalan Sejarah dan Potensi Wisata Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu" yang diterbitkan BPSNY Padang diceritakan Raja Luwih (Sabrani Gunung Kaur) ini memiliki satu orang saudara bemama "Sante ".

Sante ini adalah kakak dari Raja Luwih dan menjadi Raja di Bintuhan.

BACA JUGA:Sultan Agung Mataram Hanyakrakusumo 2 Kali Gempur Batavia, Amangkurat I Malah Berdamai Tergiur Barang Mewah

BACA JUGA:Kisah Perang Pangeran Diponegoro Melawan Pasukan Ratu Belanda, Perang Terbesar di Nusantara

Kalau mengacu kepada cerita rakyat, bahwa maka tidak salah mereka juga menjadi orang yang dianggap punya kelebihan luar biasa di mata masyarakatnya.

Sebelum Kerajan Kaur Berdiri, situasi politik yang berkembang pada kerajaan Banten sedang terjadi krisis internal.

Krisis tersebut adalah adanya pembangkangan dari Pangeran Anom atau Sultan Abdul Qahar atau Sultan Haji kepada Ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa sekitar akhir abad 15.

Sultan Haji lebih memilih untuk memihak pada Belanda guna mengambil hati Belanda.

Ternyata pembangkangan yang dilakukan oleh Sultan Haji dibayar mahal, karena justru dengan tindakannya itu membantu memuluskan jalan bagi Belanda untuk menguasai Banten.

BACA JUGA:Cerita Rakyat Perbatasan Kaur - Pagar Alam, Misteri Danau Merah Rimba Candi, Fenomena Unik dan Menarik

BACA JUGA:Tantang Ratu Belanda, Sultan Agung Mataram Hanyakrakusumo 2 Kali Gempur Batavia

Karena dalam pertempuran Sultan Ageng Tirtayasa yang akan menggempur Belanda, justru didukung oleh Pasukan Abdul Qahar.

Akibat pengkhianatan itu, Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa harus menerima kekalahan dan terpaksa melarikan diri.

Semenjak Banten di kuasai oleh Belanda, beberapa keturunan Raja dan Bangsawan Banten yang
menolak bekerjasama dengan Belanda pergi meninggalkan negerinya.

Mereka mencari daerah baru yang dianggap dapat menjadi bandar dagang alternatif. Hingga harus menyeberangi Selat Sunda menuju Pulau Sumatra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: repositori.kemdikbud.go.id