Nenia juga tertawa makin lepas. Seakan mau bilang: nah, kena, dia!
Kata Bang Eel, ”sementara di tempatku aja, ya.”
Aku tak ada pilihan, menjawab dengan terserah saja.
”Nenia tinggal di mana?” kata Bang Eel pada Neni.
Ia menyebut satu kompleks perumahan di Watuampar.
Tak terlalu jauh dari kawasan kantor Metro Kriminal.
Saya tak banyak terlibat dalam urusan perempuan, hingga melewati tiga perempat usia dua puluhanku ini.
Tapi saya tahu itu bisa jadi urusan yang rumit.
Bila selama ini aku berat meninggalkan panti, tinggal di kos-kosan saja, seperti disarankan Bang Eel, karena tak enak meninggalkan anak-anak itu, maka setelah anak-anak ditampung di pesantren Ustad Samsu, aku mau tak mau cari tempat kos juga.
Bagiku yang penting ada tempat untuk berbaring.
Mungkin untuk sementara aku terima tawaran Bang Eel.
Aku punya waktu beberapa jam mengatur anak-anak di Pesantren Alhidayah, cabang baru yang sedang dirintis Ustad Samsu.
Urusan pindah sekolah yang rumit, tak akan selesai dalam satu hari itu, tapi Bu Yani akan meneruskan.
Nenia pamit ada urusan sebentar katanya, lalu pulang lagi menjemputku dengan satu kunci kamar kos.
”Ini kunci dari Bang Jon. Kamu pakai aja saja. Nanti sama saya ke sananya,” kata Nenia.
Dia sebut alamat satu kompleks ruko di kawasan dagang dan nomor kamar.